Harga Minyak Mentah Melemah: Dampak Gencatan Senjata

Sifi Masdi

Tuesday, 26-11-2024 | 12:46 pm

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah melanjutkan tren penurunan pada perdagangan Selasa (26/11/2024) pagi, tertekan oleh laporan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Hezbollah di Lebanon. Berkurangnya premi risiko geopolitik menjadi salah satu pemicu aksi jual besar-besaran di pasar minyak.

 

Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent turun 0,38% atau sebesar 28 sen ke level US$72,73 per barel pada pukul 01.06 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,46% atau 32 sen, menjadi US$68,62 per barel.

 

Pada sesi sebelumnya, baik Brent maupun WTI masing-masing kehilangan US$2 per barel setelah adanya laporan awal bahwa Israel dan Lebanon mencapai kesepakatan gencatan senjata.

 

Potensi gencatan senjata di Lebanon mengurangi kekhawatiran pasar terkait sanksi ketat terhadap minyak mentah Iran. Menurut analis ANZ, langkah ini menurunkan risiko bahwa pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump akan menerapkan kembali kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran.

 


 

BACA JUGA:

Harapan Window Dressing untuk Dongkrak IHSG di Akhir Tahun

Rekomendasi Saham Pilihan Sektor Transportasi

Harga Minyak Mentah Melejit:  Rusia Tembak Rudal Hipersonik ke Ukraina

Harga Emas Dunia Kembali Tertekan: Pengaruh Dolar AS

 


 

Iran, sebagai pendukung utama Hezbollah, memproduksi sekitar 3,2 juta barel per hari (bpd) atau setara dengan 3% dari total produksi minyak global. Jika Trump memperketat sanksi, ekspor minyak Iran diperkirakan dapat turun hingga 1 juta bpd, yang akan memperketat pasokan minyak global.

 

Sementara itu, konflik Rusia-Ukraina terus memanas. Pada Selasa, Kyiv dilaporkan menghadapi serangan drone besar-besaran dari Rusia. Perubahan signifikan dalam kebijakan Washington juga terjadi setelah Presiden Joe Biden mengizinkan penggunaan senjata buatan AS untuk menyerang wilayah Rusia.

 

Ketegangan di kawasan ini dapat memengaruhi pasokan energi, terutama gas alam, yang menjadi salah satu produk utama Rusia. Namun, dampaknya terhadap pasar minyak mentah masih relatif terbatas dibandingkan ketegangan di Timur Tengah.

 

Kelompok OPEC+, yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak utama, diperkirakan akan mempertahankan pemotongan produksi minyak pada pertemuan berikutnya, menurut Menteri Energi Azerbaijan, Parviz Shahbazov.

 

Sebelumnya, OPEC+ telah menunda rencana kenaikan produksi di tengah kekhawatiran lemahnya permintaan global. Keputusan ini menunjukkan fokus kelompok tersebut dalam menjaga keseimbangan pasar dan mendukung harga minyak mentah di tengah ketidakpastian.

 

Dampak Tarif Donald Trump

Di sisi lain, Presiden terpilih Donald Trump mengumumkan rencana memberlakukan tarif 25% pada semua produk impor dari Meksiko dan Kanada. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap impor minyak mentah dari Kanada.

 

Kanada, salah satu pemasok utama minyak mentah untuk AS, mengekspor sekitar 4 juta bpd ke negara tersebut. Analis memperkirakan bahwa Trump kemungkinan tidak akan mengenakan tarif pada minyak mentah Kanada, mengingat sulitnya mengganti pasokan tersebut. Karakteristik minyak Kanada juga berbeda dari jenis yang diproduksi domestik di AS, membuat ketergantungan ini sulit dihilangkan.

 


 

KOMENTAR