Kebijakan Menkeu Tempatkan Dana Pemerintah Rp 200 Triliun ke Bank BUMN Tuai Pro dan Kontra

Sifi Masdi

Friday, 12-09-2025 | 11:31 am

MDN
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuat langkah mengejutkan dengan memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke enam bank BUMN. Kebijakan ini memicu perdebatan di kalangan ekonom, pelaku perbankan, dan industri karena dinilai memiliki dampak luas bagi sistem keuangan.

 

Purbaya menyebut porsi dana untuk tiap bank akan berbeda dan detailnya baru diumumkan paling lambat akhir pekan ini. Ia berharap tambahan likuiditas tersebut mendorong bank lebih agresif menyalurkan kredit. “Yang penting likuiditas masuk ke sistem,” ujar Purbaya, Kamis (11/9/2025).

 

Namun, ia menegaskan dana tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

 

Meski dana jumbo ini diharapkan mempercepat perputaran uang, persoalan utama perbankan saat ini bukan kekurangan likuiditas, melainkan lemahnya permintaan kredit. Data per Juni 2025 mencatat nilai kredit menganggur (unibursed loan) mencapai Rp2.304 triliun, tumbuh 7,06% secara tahunan.

 

Sementara itu, kepemilikan bank terhadap instrumen investasi tetap tinggi, dengan porsi SRBI sebesar Rp663,5 triliun dan SBN Rp1.093,5 triliun per Agustus 2025. Kondisi ini menunjukkan bank masih lebih banyak menempatkan dana pada instrumen aman dibanding mendorong ekspansi kredit.

 


BACA JUGA:

IHSG Dibuka Menghijau di Level 7.800

Harga Emas Antam Turun Rp7.000 per Gram: Jumat (12/9/2025)

Harga Minyak Dunia Naik: Dampak Eskalasi Perang Rusia–Ukraina


 

Pro-Kontra dari Ekonom

Ekonom perbankan Binus University, Dody Arifianto, menilai langkah pemerintah bisa terbentur lemahnya kebutuhan pembiayaan dunia usaha. “Ibaratnya modal banyak, tapi kalau tak ada yang beli produk, percuma,” ujarnya.

 

Selain itu, Dody menyoroti aspek keamanan dana. Menurutnya, penempatan di BI lebih terjamin karena dijamin penuh, sementara simpanan di bank umum hanya dilindungi LPS hingga Rp2 miliar per rekening per bank. Ia juga mengingatkan adanya risiko kredit bermasalah jika bank dipaksa menyalurkan pinjaman terlalu cepat.

 

Sebaliknya, pengamat perbankan Amin Nurdin optimistis bank pelat merah akan tetap selektif. “Dengan kondisi NPL saat ini, bank pasti lebih berhati-hati,” katanya.

 

Bank-bank pelat merah menyambut positif kebijakan ini. Sekretaris Perusahaan Bank Syariah Indonesia (BSI), Wisnu Sunandar, menyebut dana tersebut akan memperkuat likuiditas di tengah kondisi pasar yang ketat. Dana juga akan diarahkan untuk mendukung program pemerintah, seperti Koperasi Desa Merah Putih, Makan Bergizi Gratis, hingga penyaluran KPR subsidi.

 

Dari Bank Mandiri, Sekretaris Perusahaan M. Ashidiq Iswara menilai langkah ini akan memperkuat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Tim ekonom Mandiri bahkan menilai kebijakan ini positif karena menyehatkan likuiditas, memperkuat transmisi kebijakan moneter, serta mengoptimalkan perputaran uang di perekonomian.

 

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan BTN, Ramon Armando, mengaku masih menunggu detail skema penempatan dana, termasuk tenor, pricing, dan persyaratan. Namun, ia sepakat kebijakan ini bisa menjadi katalis ekspansi kredit sekaligus menekan biaya dana, sehingga bunga kredit berpotensi lebih murah bagi nasabah.

 

Kebijakan penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di bank BUMN pada dasarnya membuka peluang percepatan kredit dan mendukung program strategis pemerintah. Namun, efektivitasnya akan sangat bergantung pada kemampuan dunia usaha menyerap kredit serta kehati-hatian bank dalam menyalurkannya.

 

Jika berhasil, langkah ini bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui perputaran likuiditas. Namun jika tidak hati-hati, risiko kredit bermasalah justru bisa meningkat dan mengganggu stabilitas perbankan.

 

 

 


 

KOMENTAR