ProKontra UU No 30 KPK, Forum Lintas Hukum: Dukung DPRI dan Pemerintah Revisi UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK

Hila Bame

Thursday, 13-05-2021 | 14:27 pm

MDN
Forum Lintas Hukum (FLH) (ki-ka) Chairul Imam, Petrus Selestinus, Alfons Loemau dan Serfas S Manek usai konfrensi pers di Kawasan Blok M, Jakarta, Kamis (12/9/2019) Foto Inakoran.com/InaTV

Jakarta, Inako

Tak Ada Yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi, " Berani Jujur Hebat"  adalah penggalan  kata yang diproduksi badan anti rasuah di negeri ini, di berbagai jembatan penyeberangan orang, baliho itu ditempel.   Faktanya OTT gempar tiap detik, menit, jam, hari demikian bulan bahkan setiap tahunnya, kejahatan korupsi digambarkan Uptrend atau bullish. 

 


Motivasi saja tidak cukup, untuk melakukan reparasi mindset korupsi yang terlanjur berbasis "needs"
 

Perjalanan Revisi UU NO 30 Tahun 2002 sudah melewati beberapa kali perbaikan. Yang paling banyak dilakukan revisi adalah pada tahun 2009.

"Ada sepuluh pasal yang dicabut saat itu dan tidak ada perlawanan seperti saat ini, damai" jelas Petrus Selestinus.  Sekarang isu revisi UU KPK dimana KPK berhadapan dengan kehendak publik. Dukungan terhadap KPK makin hari makin mengecil namun sebaliknya dukungan publik terhadap perlunya revisi semakin meluas. 

Buntutnya KPK menolak Capim yang telah diseleksi  Pansel yang tidak lain atas rekomendasi presiden. Khalayak pun bertanya ada apa KPK?

Salah satu instrumen KPK saat ini adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT ). Namun Forum Lintas Hukum menilai  hanya  menghalau asap dan  bukan, menyiram air pada sumber apinya.  Apakah OTT merupakan keberhasilan KPK dalam menindak pelaku korupsi? Sebagian Iya tapi tidak seluruhnya.

"UU No 30 tentang KPK dalam hal ini OTT KPK adalah bentuk abuse of power yang dilakukan komisioner KPK", terang Serfas S Manek, praktisi hukum sekaligus anggota Forum Lintas Hukum (FLH),  kepada Inakoran.com di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2019)

Azas hukum, lanjut Manek, adalah azas kemanfaatan, keadilan dan azas kepastian hukum. Dan hari ini UU No 30 KPK lari bahkan, semakin menjauh dari azas tersebut. 

" Jika publik saat ini  melalui mekanisme parlemen dan pemerintah ingin melakukan revisi, tidak masalah. UU Itu bukan benda sakral yang tak dapat disentuh, agar pelaku korupsi dapat membela diri dengan memadai", tegasnya. 

 


ilustrasi mereka yang terciduk di tikungan OTT KPK dan,  tekanan sosial yang menimbulkan kerusakan martabat manusia
bagi terduga, OTT layaknya Cantrang yang diharamkan menteri Susy dalam menangkap ikan, OTT hanya sedikit memberi dampak, mengapa OTT uptrend nan bullish?

 

Panggung KPK yang gempar tiap saat, ditengarai sebagai alat pemeras penyidik terhadap pelaku korupsi  lewat OTT?


Rommy, Ketua PPP yang terjerat OTT KPK di sebuah hotel  di kota Surabaya jelang Pilpres lalu, sebandingkah biaya operasional  yang dikeluarkan KPK dengan uang rampasan dari OTT Ini?  Jangan-jangan besar pasak dari pada tiang. 
Gugatan Forum Lintas Hukum, maka penting  revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002

 

OTT hanya sebagian dari instrumen amanat UU KPK masih ada ladang LHKPN yang perlu ditelaah komisioner KPK

OTT, yang dilakukan KPK tidak cocok dalam faktanya. 
Terminologi Operasi Tangkap Tangan awalnya adalah tangkap basah untuk perbuatan asusila, karena masih basah, keburu ditangkap warga atau para pihak yang memergoki. Perlu mengerti bahwa si penangkap tidak pernah membayangkan apalagi menyadap interaksi omong pelaku kejahatan atau perbuatan asusila sebelumnya. Namun OTT KPK selalu didahului oleh penyadapan artinya KPK sudah tahu akan ada persekongkolan tercela, karenanya OTT KPK tidak terkategori Tangkap Tangan, jelas Chairul Imam mantan direktur penyidikan Kejagung RI.


 

 

Menurut Pengacara Petrus Selestinus, UU itu terbit tahun 2002, sudah 17 tahun. Menurut Petrus, banyak perubahan-perubahan, banyak hasil yang telah dicapai KPK dalam pemberantasan korupsi dan banyak pihak mengakui itu termasuk pemerintah demikian DPRI.

Namun demikian lanjut Petrus, UU itu buatan manusia, bukan alkitab, bukan juga benda sakral. " UU itu hanyalah sebuah norma yang dibuat manusia, manakala produk UU itu kontraproduktif  dengan kehendak zaman, adjusment penting dilakukan" pungkasnya.

Ditengah ProKontra terkait revisi UU No 30 tentang KPK, Forum Lintas Hukum (FLH)  yang terdiri dari para pengacara, Jenderal Purnawirawan Polisi  serta para mantan Direktur Penyidikan Kejagung RI menyatakan,  dukungan mereka kepada DPRI dan pemerintah agar UU NO 30 Tahun 2002 tentang KPK, layak direvisi untuk sebagian, tidak seluruhnya. 

Masih ada yang lalai, dikerjakan KPK ketika melakukan sumpah jabatan :Siap Melaksanakan "Seluruh" Perintah Undang-Undang, bukan setengahnya.  Diantaranya adalah:

SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara)

Perkara yang ditangani KPK menihilkan Praduga Tak bersalah. Hampir pasti setiap perkara yang ditangani bermuara di meja hakim namun sayang ada juga yang mandek, penyidiknya galau, sementara tersangkanya  terpaku dalam tekanan sosial yang akut.   

Praktisi Hukum Serfas Serbaya Manek menyatakan, "Euphoria reformasi mendasari banyak pasal dari UU KPK No 30 Tahun 2002 tersebut, SP3 dihilangkan, jelas ini mengolok-olok dan  menyudutkan sisi kemanusiaan.

Contohnya,  hari ini ada seorang mantan Direktur BUMN, ia ditersangkakan per 15 Desember 2015, statusnya masih tersangka hingga detik ini. Hak-hak orang ini sudah dipangkas mulai dari cekal ke luar negeri hingga  sangsi sosial yang menyeramkan,  ini bukti bahwa UU KPK melanggar Hak Asasi Manusia dan, tidak ada pilihan lain kecuali direvisi.  

"Kalau memang ia bersalah gelarlah di pengadilan, jangan didiamkan, namun jika memang tidak cukup bukti untuk dilanjutkan perkaranya segera keluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), inikan aneh" ujar Serfas. 

Fungsi Pencegahan KPK, Zero Aksi 

Sebelumnya LHKPN telah diatur dalam UU NO 28 Tahun 1999 tentang KPK. Namun dalam perjalanannya LHKPN tidak bermanfaat bagi KPK dalam mengungkap kejahatan korupsi melalui penelusuran harta kekayaan penyelenggara negara. 

"Pada 2015 kami  meminta LHKPN yang dimiliki Satya Novanto dan kami mendapatkannya, namun sayang sekali laporan masyarakat yang kami terima terkait harta Novanto yang tercecer di mana-mana tidak masuk dalam LHKPN' ungkap Petrus menyebut contoh. 

FLH memandang  perlu UU No 30 Tahun 2002 tentang  KPK penting direvisi,  terkait "fungsi KPK dalam tindakan  pencegahan"  dinilai tidak maksimal bahkan  sunyi warta, zero aksi dari  Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diperoleh KPK. Fungsi KPK dalam upaya pencegahan merupakan perintah UU, mereka lalai melakukan pencegahan, tegas Alfons Loemau, purnawirawan Polri/Pengamat Polri. 

"Ini pekerjaan membaca, menelaah  dan menelusuri berkas LHKPN dari mana asal usul harta seorang penyelenggara negara, adakah komisioner KPK menelaah setiap lembaran LHKPN yang disetor pejabat negara?" tegas Alfons dalam nada tanya. Alfons juga menyoroti kompetensi komisioner KPK diluar Capim KPK yang disaring ketat. 

Status Pegawai  KPK Dinilai Tidak Teratur

Dalam RUU KPK Revisi menyatakan bahwa pegawai KPK berstatus ASN. 

Menurut Petrus Selestinus keberadaan pegawai KPK sangatlah tidak jelas, apakah mereka ASN yang di BKO-kan (dibawah komando operasi KPK) dan status sebagian pegawai KPK yang direkrut lembaga itu? 

"Mengapa ada direktur penyidik KPK bercokol hingga 14 tahun, sementara Capim KPK lima tahun sekali diganti. Semuanya tidak jelas" ujar Petrus Selestinus  

Izin Penyadapan Oleh KPK

Isu Penyadapan  menjadi subjek pembicaraan dari warung kopi hingga jagad maya. Dalam draf sementara yang dipegang Forum Lintas Hukum mencuat spekulasi bahwa setiap kali komisioner KPK melakukan penyadapan maka terlebih dahulu mohon restu anggota, DPR, kejakgung, dan badan pengawas internal KPK. 

Badan pengawas

Badan Pengawas merupakan organ baru yang dirancang dalam UU KPK yang akan direvisi dan sebelumnya tidak  pernah ada. Yang aneh lagi hilangnya penasihat KPK, sementara  pada UU No 30 Tahun 2002  organ itu ada. 

Izin Prosedur Khusus Bagi Pejabat Negara

Ini menjadi perdebatan tentunya. Menurut FLH tidak semua draf yang diajukan DPR bakal mereka terima semua, demikian presiden tidak mungkin setuju jika untuk melakukan penyidikan terhadap pejabat negara harus melewati proses izin yang panjang. UU No 30 tahun 2002 meniadakan pasal itu akankah pada saat direvisi izin prosedur khusus itu perlu dihidupkan?

 

 

Pembahasan sedang berjalan di DPR kita awasi perubahan  UU itu agar kedepan KPK semakin kuat, tegas Petrus  menutup acara. 

 

 

TAG#FLH, #KPK

188678761

KOMENTAR