Puan Bisa Jadi Jembatan antara Kekuatan Nasionalis dan Agamis

Aril Suhardi

Monday, 18-04-2022 | 11:14 am

MDN
Puan Bisa Jadi Jembatan antara Kekuatan Nasionalis dan Agamis

 

 

Jakarta, Inako

Pengamat politik dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Kacung Marijan menilai kunjungan Ketua DPR RI Puan Maharani ke Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PWNU Jatim) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai upaya untuk menjembatani Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan kekuatan-kekuatan Islam. Upaya penjembatanan itu dinilai meredup sepeninggal Taufik Kiemas.

“Bukan hanya NU tapi juga yang lain. Karena setelah kepergian Pak Taufik Kiemas, itu kan ada semacam kekosongan yang menjembatani antara PDIP dengan kekuatan-kekuatan Islam,” ujar Kacung saat dihubungi (17/4).


Baca juga: Pengacara T. Azas Nainggolan : UUTPKS akan Dilepeh Masyarakat Jika Puan Tidak Mengawal UU ini


Meski demikian, Kacung menggarisbawahi upaya tersebut tidak bisa dilakukan secara instan dan temporer. Butuh proses yang cukup panjang untuk bisa membangun jembatan tersebut.

“Kalau mau ikut Pak Taufik harus lebih intens lagi dilakukan,” tambahnya.

Kacung menilai Puan sudah meniti langkah awal dengan berkunjung dan menjalin komunikasi dengan jajaran pengurus NU. Langkah itu harus lebih diintensifkan lagi.

“Cuma itu butuh proses yang lama. Tidak bisa sekali jalan. Prosesnya cukup panjang. Ini baru simpul-simpul formal, baru langkah awal. Kalau mau seperti Pak Taufik ya harus lebih intens dilakukan dan bukan hanya sekadar momen Ramadan atau apa,” lanjutnya.

Menurut Kacung, sebagai anak Taufik Kiemas, Puan Maharani dinilai bisa melanjutkan upaya ayahnya dalam membangun hubungan dengan kekuatan-kekuatan Islam. Bukan hanya NU melainkan juga Muhammadiyah, dan organisasi keislaman lain.

“Kalau Mbak Puan mau melakukan itu, saya pikir juga bisa sebagai upaya untuk menjembatani kembali PDIP dengan kekuatan Islam,” terus guru besar di bidang Ilmu Politik Universitas Airlangga itu.

Hubungan Puan dengan kekuatan Islam juga tidak terbatas pada isu keislaman dan keindonesiaan. Karena keduanya dianggap telah selesai. Puan harus bisa membawa isu-isu bidang ekonomi, pendidikan, sosial, kesejahteraan, dan lain-lain.

“Jadi ketika Mbak Puan mengunjungi NU, Muhammadiyah, tidak sekadar mengunjungi, tetapi juga membicarakan isu-isu yang lebih substansial. Itu akan lebih baik. Kalau itu dilakukan maka Mbak Puan akan bisa menjadi kelanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh Pak Taufik Kiemas sekian tahun lalu,” tandasnya.

Kacung menilai kunjungan tersebut lebih jauh dari sekadar kontestasi Pemilu 2024. Karena kunjungan itu dianggapnya hanya sebagai simpul kecil dan seharusnya berlajut pada upaya yang lebih substantif.

“Saya melihat ini lebih ke substansinya lagi, bukan sekadar pemilu. Kalau sekadar pemilu nanti malah susah didapat. Karena ini butuh kerja panjang. Seperti dulu Pak Taufik juga panjang,” tambahnya.

Kacung mengingatkan pemilih dalam pemilu adalah individu bukan organisasi. Sedangkan pilihan individu dipengaruhi banyak faktor, terutama persepsi.

Yang harus dibangun adalah persepsi keseriusan dari Puan Maharani untuk membangun jembatan dengan kekuatan-kekuatan Islam, pandangan PDIP terhadap keislaman dan keindonesiaan, serta kemampuan Puan sebagai pemimpin yang mampu menjawab masalah bangsa di masa depan.

“Saya kira ini akan menjadikan persepsi bahwa Mbak Puan tidak hanya pemimpin kaum nasionalis tapi juga kaum agamis,” pungkasnya.

 

KOMENTAR