Rahasia Besar di Balik Buku Hitam Novanto
Kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP telah mamasuki babak baru. Sejumlah nama orang besar disebutkan ikut ambil bagian dalam kasus tersebut. Belakangan, kasus e-KTP bahkan memicu perseteruan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pihak Setya Novanto.
SBY menuding apa yang dilakukan oleh pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, dengan menyeret namanya ke dalam pusaran skandal e-KTP sebagai fitnah dan mencemarkan nama baiknya. Tidak terima dengan hal ini, SBY pun melaporkan Firman ke Bareskrim Polri pada Selasa 6 Februari 2018.
Presiden ke-6 RI itu juga mempermasalahkan sikap Setya Novanto (SN) yang dinilai sengaja memperlihatkan buku hitamnya untuk menyudutkan dirinya.
SBY pun menantang pihak Novanto untuk membuktikan keterlibatannya. Dia juga menyebut akan berjihad untuk mencari keadilan.
"Biarlah ini saya selesaikan. Ini perang saya. This is my war. Perang untuk keadilan. Yang penting bantu saya dengan doa. Mohon pada Allah, mohon pada Allah, saya diberikan kekuatan dan pertolongan oleh Allah," kata SBY saat memberikan klarifikasi, Selasa (6/2/2018) di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat.
Setya Novanto memang diketahui selalu membawa buku catatan dalam setiap persidangan. Buku catatan bersampul hitam, yang kemudian disebut 'buku hitam' itu terpantau dibawa sejak sidang yang mengagendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi.
Apa sih isi buku itu? Benarkan di dalamnya ada informasi dan nama-nama yang diduga menerima bancakan proyek e-KTP, yang dihimpun Novanto untuk melanggengkan langkahnya menjadi justice collaborator?
Saat dikonfirmasi, pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan, buku itu berisi catatan persidangan.
"Sepanjang yang saya tahu, buku catatan Pak SN itu berisi catatan Beliau atas keterangan saksi, terutama keterangan saksi di persidangan. Kalau ada yang bereaksi keras, menurut hemat saya, tidak sepatutnya sebelum ada klarifikasi," kata Maqdir di Jakarta, Rabu (7 /2/2018 ).
Maqdir juga menegaskan bahwa apa yang terjadi dalam persidangan, yang memunculkan nama SBY, bukan lantaran sengaja menyeret orang lain dalam pusaran kasus e-KTP.
"Saya tidak melihat adanya intensi dari kami, termasuk Pak Firman untuk menarik orang lain ikut tengggelam dalam perkara ini. Apalagi mau merusak harkat dan martabat Pak SBY," papar Maqdir.
Sepanjang sidang, buku hitam di tangan Setya Novanto menerbitkan rasa penasaran. Mantan Ketua DPR itu beberapa kali terlihat menggoreskan beberapa catatan dalam buku itu saat mendengar tanya jawab saksi, baik dengan majelis hakim maupun dengan jaksa.
Belakangan, pada sidang Senin 5 Februari 2018, awak media berhasil melihat sedikit dari isi buku hitam itu. Di buku hitam itu terlihat nama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Menyadari awak media melihat catatannya, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu langsung menutup bukunya. "Enggak ada," kata Setya Novanto.
Meski Novanto menutup rapat-rapat buku hitamnya, namun awak media terlanjur mengetahui isinya. Selain nama Nazaruddin, di dalam buku itu juga terlihat nama Ibas, putra bungsu SBY yang bernama lengkap Edhie Baskoro Yudhoyono.
Apakah catatan dalam buku hitam itu akan digunakan Setnov untuk membongkar pelaku lain dalam kasus e-KTP, agar permohonannya menjadi justice collaborator (JC) dikabulkan KPK?
"Tanyakan ke Pak Nov (Setya Novanto)," jawab Firman Wijaya saat ditemui di kantor YLBHI, Rabu (7/2/2018) malam.
Sementara Maqdir mengatakan, KPK lebih mengetahui hal itu. "Kita sudah sampaikan ke KPK, sekarang tinggal KPK. KPK sudah tahu apa yang akan disampaikan oleh Setya Novanto, tinggal KPK saja," ucap Maqdir tanpa bersedia merinci lebih lanjut.
TAG#Kpk, #Setya Novanto, #E-ktp, #Susilo Bambang Yudhoyono, #Korupsi
182223143
KOMENTAR