Rektor Universitas Al Azhar: Atasi Radikalisme  di Kampus dengan Pendekatan Edukatif

Inakoran

Thursday, 07-06-2018 | 20:00 pm

MDN
Prof. Dr. Asep Saefuddin M.Sc [inakoran.com]

 

Jakarta, Inako



Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Prof. Dr. Asep Saefuddin mengakui pendekatan keamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan adalah baik sesuai dengan standar operasi keamanan untuk meredam gerakan radikalisme di kampus, namun perlu juga menggunakan pendekatan edukatif karena lebih mengedepankan dialog.

Hal ini diungkapkan Prof Asep saat acara Ramadhan Iftar atau buka puasa bersama  dengan media di Restoran Bumbu Desa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/6/2018). Turut hadir dalam acara ini Wakil Rektor Satu Dr. Agus Surono, para Dekan UAI, Ketua Prodi, dan wartawan dari sejumlah media nasional.

Wakil Forum Rektor ini mengatakan kalau ada indikasi gerakan radikalisme di kampus, maka sebaiknya aparat keamanan, terutama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan koordinasi dengan pimpinan universitas atau perguruan tinggi negeri  maupun swasta. Ia menilai tindakan meredakan radikalisme di kampus tanpa koordinasi dengan pihak kampus justru akan menimbulkan kegaduhan.

[caption id="attachment_31123" align="aligncenter" width="581"] Prof. Asep Saefuddin (ketiga dari kiri) memberikan konfrensi pers terkait gerakan radikalisme di kampus saat buka puasa bersama dengan media di Restoran Bumbu Desa, Jakarta Selatan, Selasa (5/6/2018) [inakoran/sifi masdi][/caption]“Saya menyarankan agar BNPT melakukan koordinasi dengan pimpinan universitas  kalau ditemukan adanya indikasi gerakan radikalisme di kampus. Kerjasama dengan pimpinan universitas tentu memperoleh hasil yang lebih baik ,” kata Asep kepada inakoran.com.

Asep yakin bahwa pimpinan universitas mempunyai cara yang lebih edukatif untuk mengatasi gerakan radikalisme di kampus melalui solusi jangka pendek dan jangka panjang.  Jangka pendek dapat dilakukan dengan cara memanggil  yang bersangkutan kalau memang sudah diketahui berlebihan dan langsung diselesaikan. “Memanggil merupakan sebuah pendekatan  edukatif,” tambahnya.

Sedangkan solusi jangka panjang adalah mengajak para dosen atau mahasiswa yang terindikasi terlibat dalam gerakan radikalisme untuk kembali kepada filosofi Pancasila dan NKRI. Hal itu perlu dilakukan karena kemungkinan mereka mendapatkan materi tentang Pancasila dan NKRI berasal dari sumber yang salah.

“Kita tahu bahwa di univesitas sudah ada kurikulum Pancasila dan NKRI. Bahkan materi Pancasila sudah diajarkan sejak mulai masuk universitas. Namun  kita tidak bisa menafikan bahwa ada kelompok-kelompok yang ingin menggantikan ideologi Pancasila. Dan BNPT pun telah menemukan bahwa ada kampus yang terindikasi radikalisme. Kami tidak menafikan itu, karena itu sebuah temuan dan telaah dari BNPT. Yang paling penting adalah bagaimana membangun kerjasama antara BNPT dan semua universitas negeri maupun swasta,” tegasnya.

Seperti diketahui soroton tentang gerakan radikalisme  di kampus selama beberapa hari terakhir ini berkaitan penangkapan seorang tersangka teroris di Universitas Riau oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror. Tersangka itu berinisial MNZ yang merupakan mantan mahasiswa Unri.

Penangkapan tersebut dilakukan pada Sabtu (2/6) sekitar pukul 13.30 WIB. MNZ merupakan pegawai swasta 33 tahun dan tinggal di Lubuk Sakat, Kampar Riau.


 

 

 

KOMENTAR