Sampe Hati!! Pesta Pora Pejabat NTT di Pulau Semau Tindakan Insubordinasi sekaligus Merobek Hati Seluruh warga NTT

Hila Bame

Sunday, 29-08-2021 | 16:55 pm

MDN

 

 

JAKARTA, INAKORAN

Beredar viral di medsos, cuplikan video pegelaran acara yang nampak sangat mewah untuk ukuran NTT, dimana semua pejabat NTT (Gubernur, Wakil Gubernur, para bupati se-NTT) hadir dalam acara di Pulau Semau yang megah, melibatkan artis pendukung membuat semua mata terpana, nyaris tak percaya bahwa penyelenggara acara itu Gubernur NTT, komentar warga NTT Petrus Selestinus yang juga Koordinator TPDI yang diterima INAKORANCOM ,  Minggu (29/8/21)

 

Regina Deta Karere (38), warga Kampung Rada Loko, Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) tinggal di gubuk reot bersama putra bungsunya yang menderita lumpuh akibat gizi buruk. Regina mendapat bantuan rumah langsung dari Presiden Joko Widodo. 
 

 

Potrest kondisi sebagian warga NTT yang lemah, miskin tertindas dan kerap terlupakan  menderita karena kemiskinan mencekik mereka tanpa ampun, ganasnya. 

Gubuk reot yang dihuni Regina bersama anaknya. ISTIMEWA)
 



Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Tinggal di Gubuk Reot Sambil Merawat Anak yang Lumpuh, Regina Mendapat Rumah dari Presiden Jokowi, https://wartakota.tribunnews.com/2021/01/08/tinggal-di-gubuk-reot-sambil-merawat-anak-yang-lumpuh-regina-mendapat-rumah-dari-presiden-jokowi.

Apa yang terjadi dengan kehadiran Gubernur, Wakil Gubernur NTT dan hampir seluruh Bupati se NTT, jelas dapat dikualifikasi sebagai sikap insubordinasi atau pembangkangan terhadap kebijakan Pemerintah Pusat, mengkhianati Instruksi Gubernur NTT dan rasa keadilan publik, terlebih-lebih ini masuk kategori sebagai Tindak Pidana. 


BACA: 

Penonaktifan Novel CS, Konsekuensi dari Berlakunya UU NO 19/2019 atas Perubahan UU KPK

 


Ini jelas perilaku yang tidak pantas, tidak patut dicontoh bahkan mereka tidak layak dipercaya lagi, jika pada Pilkada 2024 mereka maju lagi dalam pencalonan Pilkada periode berikutnya, karena warga NTT sudah mencatat semua yang terjadi.

KAPOLDA NTT JANGAN BUNGLON.

Kapolda NTT tidak boleh jadi bunglon, karena ketika warga NTT berkumpul dan berkerumun, warga dikejar-kejar dan acaranya dibubarkan, bahkan ada warga yang disiksa atas nama penegakan Protokol Kesehatan Covid-19. 

Namun, mengapa ketika para pejabatnya  bertindak congkak berlebihan, pamer kemewahan di saat warga NTT yang terdampak Covid-19, menghadapi kesulitan ekonomi serius, dengan menabrak semua Peraturan Perundang-Undangan, Kapolda NTT membiarkan tanpa ada penindakan.

Kapolda NTT harus memproses hukum Gubernur NTT, Wakil Gubernur NTT dan semua Bupati se NTT yang hadir dan "berpesta pora", atas dugaan melanggar Protokol Kesehatan, tanpa beban dan rasa malu sedikitpun terhadap warganya yang menyaksikan dan menonton rekaman video yang telah beredar secara luas.

LANDASAN HUKUM UNTUK BERTINDAK.

Ada landasan hukum untuk Kapolda NTT dan jajarannya bertindak, yaitu Peraturan Perundang-Undangan dan lebih khusus lagi Instruksi Kapolri dalam Surat Telegram terkait Penegakan Protokol Kesehatan Covid-19, No. : ST/3220/XI/KES. 7./2020 tanggal 16/10/2020, dua butir diantara perintah Kapolri itu adalah :

a. "Agar seluruh jajaran Kepolisian menegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap pelanggar Protokol Kesehatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat". 

b. Apabila dalam penegakan perda atau peraturan kepala daerah tentang penerapan protokol kesehatan Covid-19, ditemukan adanya upaya penolakan, ketidakpatuhan atau upaya lain yang menimbulkan keresahan masyarakat dan mengganggu stabilitas kamtibmas, maka lakukan upaya penegakan hukum secara tegas terhadap siapapun,”.

Dalam Surat Telegram itu tercantum pula pasal-pasal yang menjadi acuan, yakni Pasal 65 KUHP, Pasal 212 KUHP, Pasal 214 ayat (1) dan (2) KUHP, Pasal 216 KUHP, dan Pasal 218 KUHP jo. Undang-Undang No. : 2 Tahun 2002, Pasal 84 dan Pasal 93 UU No. : 6 Tahun 2018, Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

MENJILAT LUDAH SENDIRI.

Gubernur NTT sendiri sudah mengeluarkan instruksi untuk PPKM berlaku sampai tgl 6 September 2021 dan instruksi itu mengikat seluruh warga NTT dan siapapun yang berada di NTT termasuk Para Pejabat (Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati-Bupati se NTT), sehingga wajib hukumnya untuk ditaati sebagai suri tauladan bagi warga.

Namun yang terjadi, justru mereka secara berjamaah menjilat ludahnya sendiri. Dan anehnya Bupati-Bupati se NTT yang hadir, nampak seperti kerbau dicocok hidung yang mau saja digiring, tanpa ada yang berani menyatakan protes atau keberatan atau secara santun ingatkan Gunernur NTT bahwa ada Instruksi Kapolri dan Peraturan Perundang-Undangan yang harus ditaati.

Ada larangan UU yaitu tidak melakukan kerumunan dalam kegiatan apapun, atas nama apapun dan oleh siapapun juga, karena kerumunan berpotensi melahirkan kluster penyebaran virus corona yang lebih masif, yang tak terduga penyebarannya.

Kepada Kapolres-Kapolres se NTT, harus bertindak untuk memproses Bupati-Bupati di wilayah hukum Polres masing-masing Kabupaten, membantu Kapolda NTT dalam mewujudkan Penegakan Hukum yang presisi dan berkeadilan, sesuai dengan visi dan misi Kapolri Jend.Pol. Listyo Sigit Prabowo.

(PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI).

 

KOMENTAR