Sri Mulyani : Indonesia akan Menjadi Negara dengan Penghasilan Menengah yang Mencapai USD29.300 per Kapita
JAKARTA, INAKORAN
Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) lahir sebagai tonggak sejarah baru reformasi perpajakan yang mendorong terwujudnya sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel, serta menjadi bagian dari agenda reformasi di bidang fiskal dan struktural yang sangat diperlukan guna mendukung upaya mewujudkan Indonesia Maju 2045.
BACA:
Reformasi Pajak: Stabilisator Pembangunan Pascapandemi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pada tahun 2045 demografi Indonesia diharapkan akan mencapai 309 juta penduduk dengan mayoritas usia produktif sebanyak 52%, dan sebagian besar 75%-nya akan hidup di perkotaan, serta 80% penduduk berpenghasilan menengah.
Menkeu mengatakan bahwa apabila stabilitas politik ekonomi sosial bisa terus terjaga, maka Indonesia akan menjadi negara dengan penghasilan menengah yang mencapai USD29.300 per kapita, menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia, dengan struktur perekonomian yang lebih produkfif dan sektor jasa yang maju.
Namun, Menkeu mengingatkan bahwa hal itu bukan merupakan sesuatu yang otomatis bisa tercapai. Adapun prasyarat untuk mencapai Indonesia emas 2045, jelasnya, apabila Indonesia memiliki sumber daya manusia yang baik dan berkualitas tinggi, infrastruktur yang dibangun secara memadai dan berkualitas baik, adopsi teknologi, dan pembangunan daerah yang semakin baik, serta kebijakan ekonomi yang terus transformasional yang meliputi pengelolaan resources (sumber daya alam), kebijakan makro, dan stabilitas politik.
“Untuk kita bisa mencapai berbagai prasyarat menjadi negara maju tersebut, maka kita perlu untuk menyusun berbagai regulasi kebijakan dan aturan yang memang sesuai dan konsisten dengan hal itu,” kata Menkeu pada acara Sosialisasi UU HPP di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, pada Selasa (14/12).
Pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan reformasi perpajakan dalam rangka menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan berkeadilan. UU HPP menjadi instrumen yang sangat penting bagi konsolidasi fiskal dan menjadi bekal untuk meneruskan perjalanan Indonesia Maju yang mengalami disrupsi luar biasa akibat Covid-19.
“APBN bekerja luar biasa keras pada saat penerimaan mengalami kontraksi (karena pandemi Covid-19) yang bahkan mencapai 16 hingga 18%, itu bisa ditolerir namun tidak boleh terus-menerus karena berarti APBN nanti tidak sustainable. Oleh karena itu, reformasi di bidang APBN menjadi keharusan agar APBN sebagai instrumen fiskal bisa terus melakukan tugasnya yaitu pada saat ekonomi dan rakyat lemah, APBN harus hadir, pada saat ekonomi tumbuh maka kita juga bisa memberikan ruang bagi pertumbuhan itu,” sambung Menkeu.
UU HPP hadir dalam momentum yang tepat untuk memperkuat reformasi perpajakan, melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan sukarela, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan, untuk mewujudkan APBN yang sehat dan berkelanjutan, meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional. APBN yang sehat dan berkelanjutan akan menghantarkan cita-cita bangsa dalam mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera
TAG#SRIMULYANI, #MENKEU, #PAJAK, #APBN, #Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, #KEMENKEU
182221003
KOMENTAR