Aktivis Buruh Tuntut  Pemerintah dan DPR Hentikan Pembahasan Omnibus Law di Tengah Pandemi Covid-19

Sifi Masdi

Friday, 17-04-2020 | 12:27 pm

MDN
Demo buruh pada 1 Mei 2018 [inakoran.com]

Jakarta, Inako

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), menyesalkan sikap DPR RI dan pemerintah yang melanjutkan pembahasan ommibus law RUU Cipta Kerja. Oleh karena itu, MPBI mendesak DPR dan pemerintah untuk menghentikan pembahasan omnibus law.

BACA JUGA:  Soal Corona dan Omnibus Law, Pemuda Bandung Kembali Ingatkan Pemerintah, Ini Tuntutannya

Menurut Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, permasalahan omnibus law sangat kompleks. Sehingga pembahasannya tidak tepat jika dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti ini. Terlebih lagi, sejak awal, tidak ada keterlibatan serikat buruh di pembahasan draft RUU Cipta Kerja.

Rangkain peringatan hari buruh pada 1 Mei 2018 [inakoran.com]

 

“Kurangnya partisipasi publik yang menjadi syarat terbentuknya sebuah undang-undang tidak ada. Dengan demikian sudah hampir bisa dipastikan, undang-undang ini tidak mengakomodir kepentingan kaum buruh,” kata Andi keterangan persnya di Jakarta, Kamis (16/4).

BACA JUGA: Omnibus Law Pemangkas Aturan Negara yang Berbelit belit Banyak Menuai Penolakan

MPBI juga sudah membuat surat resmi kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI. Dalam surat itu disampaikan, MPBI akan menggelar aksi besar-besaraan secara nasional jika pembahasan omnibus law tetap dilanjutkan.

“Jika MPBI menggelar, pasti aksinya sangat besar. Jumlah bisa mencapai ratusan ribu,” ujar Andi Gani.

BACA JUGA:  Hindari Potensi Konflik, RUU Omnibus Law Cipta Kerja Perlu Dikaji Lebih Mendalam

“Aksi ini terpaksa kami lakukan, karena ada desakan yang sangat kuat dari anggota kami untuk segera menggelar lunjuk rasa guna merespon sikap DPR dan pemerintah yang tetap melanjutkan pembahasan omnibus law,” katanya.

Adapun aksi tersebut akan dilakukan pada akhir bulan ini. Dengan sasaran DPR RI dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Aksi juga serentak akan dilakukan di 30 provinsi.

BACA JUGA: Omnibus Law Permudah Pendirian Koperasi

"Sebagai wadah gerakan, kami di MPBI harus segera menyatakan sikap dan mengambil langkah tegas untuk memilih jalan aksi. Masih ada ruang waktu untuk berdialog 7 hari sebelum tanggal 30 tidak ada respon," pungkasnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban.

“Lebih baik kita semuah pihak fokus pada penanganan pandemi covid-19 dan menyikap gelombang PHK besar-besaran yang saat ini mulai terjadi,” ujar Elly.

BACA JUGA: Menteri Ida Fauziah Pastikan Pekerja Kontrak 12 Bulan Berhak Dapat Kompensasi

“Kami meminta pembahasan RUU Cipta Kerja bisa dihentikan. Kalau masih melanjutkan pembahasan itu, sama saja DPR dan pemerintah membunuh para buruh. Karena hal itu akan memaksa buruh untuk turun ke jalan di tengah corona ini,” lanjutnya.

Menurut Elly, buruh takut dengan corona. Tetapi buruh lebih takut dengan masa depannya yang tidak memiliki kepastian jika omnibus law disahkan. Untuk itu, KSBSI bersama-sana dengan KSPSI dan KSPI sebagai tiga konfederasi serikat buruh terbesar yang tergabung di dalam MPBI siap untuk turun ke jalan.

BACA JUGA: Menteri Ida Serahkan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ke DPR Hari Ini

Kemudian secara terpisah, Presiden KSPI Said Iqbal juga menegaskan bahwa KSPI bersama-sama MPBI siap melakukan aksi pada tanggal 30 April nanti.

Menurut Said Iqbal, ada dua hal yang lebih penting didiskusikan di DPR ketimbang membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Pertama, DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus corona. Salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah physical distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya.

Kedua, DPR sebaiknya fokus memberikan masukan terhadap Pemerintah dengan melakukan fungsi pengawasan dan legislasi terhadap ancaman PHK terhadap puluhan hingga ratusan buruh.

 

 

KOMENTAR