Dunia Siaga dengan Kebijakan Ekonomi Donald Trump: Kenaikan Tarif Impor 25%
Jakarta, Inakoran
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial yang berpotensi mengguncang perekonomian global. Kali ini, Trump berencana menaikkan tarif impor sebesar 10% untuk barang dari China dan 25% untuk produk dari Meksiko dan Kanada. Langkah ini diprediksi akan memengaruhi hubungan perdagangan internasional, khususnya dengan mitra dagang utama AS.
Negara-negara Asia, yang perekonomiannya sangat bergantung pada ekspor ke AS, terancam oleh kebijakan tarif ini. Sebagai contoh, ekspor Jepang ke AS pada 2023 mencapai USD 145 miliar (Rp 2.299 triliun) atau 20% dari total ekspor negara tersebut. Korea Selatan, dengan nilai perdagangan USD 116 miliar (Rp 1.839 triliun), menjadikan AS sebagai pasar ekspor terbesar kedua setelah China.
Selain itu, AS adalah pasar utama bagi sejumlah negara Asia seperti China, Vietnam, Thailand, dan India. Namun, dengan defisit perdagangan yang besar terhadap negara-negara ini, kebijakan Trump dimaksudkan untuk menekan impor dan mendukung produksi domestik AS.
Meski kebijakan ini berdampak negatif bagi banyak negara, beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Kamboja dapat diuntungkan. Perusahaan-perusahaan besar, seperti Steve Madden, telah memutuskan untuk memindahkan sebagian produksi mereka dari China ke negara-negara ASEAN guna menghindari tarif impor AS.
BACA JUGA:
Rekomendasi Saham Pilihan Jelang Window Dressing Akhir Tahun
Pemerintah Ungkap Alasan Tolak Proposal Rp1,58 Triliun dari Apple
Suku Bunga Dipangkas 25 bps Desember Masih Wajar
Pemerintah Perpanjang Insentif Tax Holiday Hingga Desember 2025: Dorong Investasi
Kebijakan tarif ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri. Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengancam akan membalas dengan menaikkan tarif atas produk AS, mengingat kebijakan ini dapat menghilangkan hingga 400 ribu lapangan kerja di AS dan menaikkan harga bagi konsumen.
Menteri Ekonomi Meksiko Marcelo Ebrard memperingatkan bahwa tarif impor sebesar 25% akan sangat merugikan industri otomotif, terutama produsen besar seperti Ford, General Motors, dan Stellantis. Ia mencatat bahwa 88% truk pickup yang dijual di AS dibuat di Meksiko, dan harga rata-rata kendaraan ini diperkirakan akan naik USD 3.000.
Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh Meksiko. Industri ritel dan barang konsumen AS, seperti Coca-Cola dan IKEA, juga memperingatkan bahwa tarif impor akan menaikkan biaya produksi, sehingga harga produk di pasar domestik menjadi lebih mahal.
Meskipun tujuan utama kebijakan tarif ini adalah mengurangi defisit perdagangan, para ekonom memperingatkan bahwa dampaknya justru akan dirasakan oleh konsumen dan perusahaan di AS. CEO IKEA Jesper Brodin menegaskan bahwa tarif ini akan membuat harga produk sulit dijaga tetap terjangkau.
Hal serupa diungkapkan oleh kelompok lobi bisnis Consumer Brands Association, yang menyebut tarif ini sebagai “bahaya yang nyata” bagi banyak perusahaan besar di AS. Tarif yang lebih tinggi berarti kenaikan harga barang sehari-hari bagi konsumen AS, terutama pada produk yang bahan bakunya diimpor.
Industri otomotif menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap kebijakan tarif ini. Sebagai tulang punggung manufaktur Meksiko, industri ini mewakili 25% dari total produksi kendaraan di Amerika Utara, dengan sebagian besar hasil produksinya diekspor ke AS.
Menurut analis Barclays, tarif 25% yang dikenakan pada kendaraan dari Meksiko dan Kanada dapat menghapus seluruh keuntungan yang diperoleh oleh produsen mobil besar seperti Ford, GM, dan Stellantis.
TAG#Tarif Impor, #Tarif Ekspor, #Donald Trump, #Perang Dagang, #Ekonomi Global, #Amerika Serikat, #Defisit Perdagangan, #China, #Jepang, #Asia, #Inflasi, #Konsumen, #Produsen, #Ekspor, #Impor
184026787
KOMENTAR