IKA-GMNI : Ingatkan Perguruan Tinggi agar Petisi yang Disampaikan Bebas dari Kepentingan Politik
Jakarta, Inako
Ikatan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (IKA-GMNI) menyoroti sejumlah petisi yang disampaikan kalangan guru besar dari berbagai perguruan tinggi belakangan ini. Petisi tersebut dilihat sebagai wujud kebebasan berpendapat dan merupakan bentuk kemerdekaan berfikir yang seharusnya tetap terjaga, terutama dari dunia kampus.
"Mari kita dorong agar kalangan cendekiawan senantiasa bersikap kritis dan peduli terhadap kebangsaan. Sembari kita ingatkan agar pandangan kritis yang disampaikan, bebas dari kepentingan politik atau oleh preferensi pilihan politik",” kata Ketua Presidium Nasional IKA-GMNI, Edy Sidabutar SH, dalam keterangan tertulis yang diterima inakoran.com, Selasa (6/2/2024).
BACA JUGA: IKA-GMNI: Pengunduran Diri Mahfud MD Merupakan Strategi Kampanye
Di lain pihak, Edy juga mengingatkan agar presiden Jokowi sebaiknya menghindari pernyataan-pernyataan yang berpotensi menimbulkan kontroversi atau kegaduhan di tengah masyarakat. Terutama menjelang pelaksanaan Pemilu mendatang.
Di tengah kontestasi pemilu saat ini, terutama menjelang pemilu presiden/wakil presiden, Edy mengaku sulit untuk membendung beragamnya pandangan atau penilaian terhadap berbagai isu, termasuk penilaian terhadap figur kandidat presiden/wakil presiden.
“Yang perlu diingatkan pandangan atau penilaian tersebut, boleh jadi juga dipengaruhi oleh posisioning orang atau pihak tersebut dalam kontestasi pemilu,” tambah pria yang berprofesi sebagai pengacara ini.
Menurut Edy, ada hal yang lebih terhormat jika posisioning atau preferensi politik pihak tersebut terungkap secara vulgar. Sehingga pihak lain bisa memaklumi dan menilai secara proporsional pendapat pihak dimaksud.
BACA JUGA: KPU Langgar Kode Etik, Romo Magnis: Kalau KPU Bisa Dimanipulasi, Hasil Pilpres Dipertanyakan
Yang ironis jika pihak dimaksud tidak menyebutkan posisioningnya, lalu memberikan pandangan/penilaian dengan berlindung di balik jargon moral, etika, dan gelar akademis selangit.
"Padahal ia sejatinya tak lebih seperti tim sukses yang kerjanya memuji kandidat yang ia dukung, sekaligus mendiskreditkan kandidat lain dengan segudang argumentasi sebagai pembenaran,” tambahnya.
Oleh karena itu, menurut Edy, pandangan dan penilaian berbagai pihak atas berbagai isu menjelang kontestasi politik, harus disikapi secara proporsional dan merupakan bentuk kebebasan berpendapat.
Petisi Sivitas Akademika
Seperti diketahui, sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat Petisi Bulaksumur, Rabu (31/1). Lewat petisi itu, mereka mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap telah keluar dari jalur.
Selanjutnya, sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) mengkritik kondisi pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap menyalahgunakan wewenang menjelang Pemilu, Kamis (1/2). Mereka menyuarakan kritik melalui pernyataan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawanan'.
Adapun Istana Kepresidenan menghormati Petisi Bulaksumur yang disuarakan oleh sivitas akademika UGM untuk mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi.
"Dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Kemarin, Bapak Presiden juga telah menegaskan 'freedom of speech' adalah hak demokrasi," ujar Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana kepada wartawan, Jumat (2/2).
Menurutnya, kritik ditujukan untuk perbaikan pada kualitas demokrasi di Indonesia. Dia menyebut perbedaan pendapat, perspektif, dan pilihan politik adalah sesuatu yang wajar dalam demokrasi.
KOMENTAR