Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara: Untung atau Buntung?
Jakarta, Inakoran
Rencana pembentukan Kementerian Penerimaan Negara menjadi salah satu topik hangat dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Meski isu ini telah mencuat ke publik, Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) menegaskan bahwa tidak ada pembahasan resmi terkait rencana tersebut.
“Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan Badan (Kementerian) Penerimaan Negara,” ujar Kepala PCO Hasan Nasbi di Jakarta, Senin (2/12).
Namun, pernyataan ini berseberangan dengan klaim Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya menyatakan bahwa kementerian ini akan segera dibentuk dan dipimpin oleh Anggito Abimanyu.
Menurut Hashim, kementerian baru ini akan menangani berbagai aspek penerimaan negara, seperti pajak, cukai, royalti dari pertambangan, hingga sumber pendapatan lainnya. Saat ini, fungsi-fungsi tersebut berada di bawah naungan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
BACA JUGA:
Harga Emas Antam di Pegadaian: Rabu, 4 Desember 2024
Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu, 4 Desember 2024
Anggito Abimanyu Bakal Ditunjuk Jadi Menteri Penerimaan Negara
Donald Trump Ancam Naikkan Tarif Impor 100% Bagi Anggota BRICS
Sebagai sosok yang diisukan memimpin kementerian ini, Anggito Abimanyu yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan bersama dua wakil lainnya, Suahasil Nazara dan Thomas Djiwandono.
Rencana pembentukan Kementerian Penerimaan Negara memunculkan beragam respons, baik yang mendukung maupun mengkritisi. Berikut adalah dua sudut pandang terkait isu ini.
Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, memperingatkan potensi pembengkakan belanja negara akibat pembentukan kementerian baru. Hal ini dapat membebani fiskal negara, apalagi pemerintahan Prabowo sedang menggenjot program-program besar seperti program makan bergizi gratis.
Yusuf juga menyoroti risiko kegagalan manajemen. Berdasarkan pengalaman internasional, pemisahan fungsi pajak dan cukai dari kementerian keuangan sering kali tidak memberikan manfaat signifikan jika tidak didukung manajemen yang baik dan dukungan politik jangka panjang.
Jika kementerian baru ini dibentuk, Presiden Prabowo perlu merampingkan struktur kabinet lainnya, yang dapat menimbulkan gesekan di dalam pemerintahan.
Sementara di sisi lain Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan bahwa pembentukan Kementerian Penerimaan Negara dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi konflik kepentingan. Tata kelola penerimaan negara yang lebih fokus dan independen akan memberikan ruang untuk reformasi, termasuk dalam pengelolaan sengketa pajak.
Pemisahan fungsi penerimaan dari Kementerian Keuangan dapat mengurangi beban kerja lembaga tersebut, sehingga memungkinkan fokus yang lebih baik pada perencanaan dan pengelolaan anggaran.
Dengan pembentukan kementerian baru, akan ada peluang untuk membenahi sistem kelembagaan yang selama ini dianggap terlalu terpusat, terutama di DJP dan DJBC.
Meski terdapat potensi keuntungan, pembentukan kementerian baru tidak lepas dari sejumlah tantangan, antara lain, pertama, kesiapan teknologi dan SDM. Pembentukan kementerian baru ini membutuhkan investasi besar, seperti membangun infrastruktur teknologi, pengelolaan data, dan pelatihan sumber daya manusia.
Kedua, waktu yang terbatas. Mengingat masa jabatan Presiden Prabowo yang terus berjalan, waktu yang tersedia untuk membangun dan mengintegrasikan kebijakan menjadi sangat terbatas.
KOMENTAR