Prof. Mudji Sutrisno, SJ:  Persoalan Bangsa Ini Adalah Politisasi Agama

Inakoran

Saturday, 10-03-2018 | 09:24 am

MDN
Prof. Mudji Sutrisno, SJ [inakoran.com/sifi masdi]

Jakarta, Inako

Pancasila telah mengajarkan bangsa ini untuk beragama dan bernegara secara beradab. Karena itu, penghayatan Pancasila yang paling konkret di zaman now ini adalah menjaga toleransi. Pasalnya, bangsa ini terdiri atas beragam suku, agama, dan budaya.

Demikian ditegaskan oleh Prof Mudji Sutrisno SJ, dalam Diskusi Kamisan, dengan Tema: “Implementasi Pancasila Zaman Now” di Menteng, Jakarta, Kamis (8/3/2018). Diskusi yang diselenggarakan oleh DPP Taruna Merah Putih (TMP) juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yakni Ketua Umum EN LMND Indrayani Abdul Razak dan penulis buku Syaiful Arif.

Dalam diskusi ini Guru Besar Filsafat di STF Driyarkara ini menyoroti penghayatan kehidupan beragama di tanah air selama beberapa tahun belakangan ini. Ia mengakui prihatin dengan upaya mempolitisasi agama untuk kepentingan kekuasaan.

“Persoalan utama yang dihadapi bangsa ini adalah politisasi agama. Artinya, agama dipakai untuk kepentingan kekuasaan. Selain itu, ada juga orang-orang yang hidup di Indonesia yang berpancasila ini tidak mau menjadikan Pancasila sebagai dasar hidup bersama. Padahal semua sila dalam pancasila mengandung hal-hal yang bersifat religius dan berkeadilan sosial. Tetapi kelompok-kelompok tersebut tetap melawan apa yang telah didirikan oleh para pendiri bangsa,” tegas Budayawan ini yang disering disapa Romo Mudji kepada inakoran.com.

Romo Mudji yakin kondisi ini hanya bisa diatasi dengan menghayati Pancasila melalui teladan hidup yang terungkap dalam prilaku dan tutur kata, baik di kalangan pemimpin maupun masyarakat biasa. “Konkretnya adalah toleransi dan saling menghormati,” tegasnya.

Menurut Mudji, toleransi dan saling menghormati mengharuskan semua orang untuk tidak boleh bersikap acuh tidak acuh terhadap kemiskinan. Sebab, kemiskinan merupakan masalah bersama yang harus diatasi bersama pula. “Memberantas kemiskinan harus dilakukan dalam sebuah kerja bersama, tapi dilakukan secara lintas agama,” tegas pengajar filsafat budaya ini.

Kemudian terkait dengan perjalanan bangsa Indonesia di tahun politik ini, Mudji mengingatkan para peserta Pilkada yang menjadi calon pemimpin daerah bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk dan beragam. Karena itu, penting sekali para calon pemimpin yang terlibat dalam Pilkada tersebut untuk meneruskan dan mengembangkan keberagaman yang manusiawi.

“Kita ingin agar mereka tidak memecah belah bangsa ini dengan isu agama. Sebab bangsa ini sudah dirajut seperti kain songket yang warna-warni. Sebaliknya, kalau mereka mempolitisasi agama untuk kepentingan politiknya, maka berarti mereka telah mengguntingkan kain songket yang sudah dirajut sedemikian rupa ini hingga habis. Ini yang harus kita lawan. Kita adalah bangsa yang besar dan jangan menjadi biadab di tahun politik ini,” tegas Mudji.

 
 

KOMENTAR