Ternyata Nyali Prof Suteki Ciut Juga

Inakoran

Thursday, 07-06-2018 | 21:41 pm

MDN
Prof. Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Universita

 

Semarang, Inako 



Ketika dinonaktifkan dari tiga jabatan penting di Universitas Diponegoro, yakni sebagai Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum, Ketua Senat Fakultas Hukum, dan Anggota Senat Akademik, akhirnya nyali Prof. Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ciut juga.

Banyak kalangan menilai, menciutnya nyali Suteki diduga kuat karena yang bersangkutan dilanda rasa takut akan redupnya nyala kompor dapur alias akan diberhentikan dari statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Sebagai ASN, Sutekti terikat oleh aturan yang berlaku untuk seluruh ASN di Indonesia. Disebutkan, Pegawai Negeri Sipil yang terindikasi terlibat dalam organisasi kemasyarakatan atau gerakan Anti-Pancasila bisa dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Sanksi itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Dalam Pasal 5 PP 53/2010, disebutkan bahwa PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4, dijatuhi hukuman disiplin. Pasal 3 ayat (3) PP 53/2010 menyatakan setiap PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah.

Ya, Prof Suteki memang seorang aparatur sipil negara, yang diharapkan masyarakat sebagai penjaga gawang terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

[caption id="attachment_31129" align="alignleft" width="500"] Prof Suteki, Guru Besar FH Undip [ist][/caption]Namun, sebagaimana ramai diberitakan media belakangan ini, sang Profesor diduga menjadi pendukung kuat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang telah dibekukan Pemerintah beberapa waktu lalu.

Kepada media, Suteki mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dan merasa diperlakukan tak adil, karena dinonaktifkan dari jabatannya setelah dia bicara soal khilafah. Bukan cuma itu, Suteki juga merasa heran, lantaran dituding pro organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Akan tetapi, apapun respon Suteki, kini ia berharap-harap cemas, karena harus menghadapi sidang kode etik atas dugaan keterkaitannya dalam HTI, sehingga pihak kampus memberhentikannya sementara dari jabatan Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum, Ketua Senat Fakultas Hukum, dan Anggota Senat Akademik.

 

 

 

 

KOMENTAR