Menteri Sri Mulyani Minta Pengemplang Pajak Ikut PPS

Sifi Masdi

Tuesday, 14-12-2021 | 20:12 pm

MDN
Menkeu Sri Mulyani [ist]

 

 

Jakarta, Inako

Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta para pengemplang pajak atau mereka yang belum melaporkan pajaknya untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang akan berjalan selama enam bulan, yaitu dari 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. 

Menurut Sri Mulyani mereka yang masih menyembunyikan hartanya harus ikut program PPS. Tetapi kalau masih bandel akan dikenakan sanksi dengan mulai dari 25% hingga 200%.

 

BACA JUGA:  Update Virus Corona 14 Desember 2021: Tambah 190 Kasus Baru

“Mendingan ikut saja. Kalau ikut, bersih, dan juga lega. Karena kalau enggak, tim Direktorat Jenderal Pajak akan mengejar dimanapun harta Anda berada,” ujar Sri Mulyani dalam sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Selasa (14/12).

Sri Mulyani menjelaskan kebijakan dan mekanisme denda dari PPS ini. Pertama, wajib pajak yang sudah ikut pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) tahun 2016 silam kalau ingin mengungkapkan harta yang belum diungkapkan, maka dipatok tarif 11% untuk harta di luar negeri. 

BACA JUGA: Indonesia Fund Festival 2021 Resmi Digelar

Kemudian tarif 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi, dan 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukkan dalam investasi energi terbarukan. 

Nah, kalau mereka tidak segera mengungkapkan hartanya dalam PPS ini, maka akan dikenakan PPh Final dari harta bersih tambahan dengan tarif 25% untuk WP Badan, 30% untuk WP orang pribadi, serta 12,5% untuk WP tertentu.

Ditambah lagi, ada sanksi sebesar 200% untuk aset yang kurang diungkap. 

BACA JUGA: Wow, Israel Lakukan Simulasi Serangan Siber ke Sistem Keuangan Glogal

Kebijakan kedua, wajib pajak yang mengungkapkan hartanya di tahun 2016 hingga 2020 tetapi belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020, wajib membayar PPh Final sebesar 18% untuk harta di luar negeri. 

Kemudian 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi, dan 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukan dalam investasi energi terbarukan. 

 


 

 

KOMENTAR