Politik PBNU dan PKB
Oleh: H. Adlan Daie
Prof Siti Zuhro, Pengamat politik, Peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) "menyentil" PBNU terlalu sibuk silaturahim jelang Pilpres.
NU di era Gus Yahya menurut Siti Zuhro "asyik" bermain politik praktis, "zig zag" mirip gestur partai politik (Tribun, 24/5/2022).
Siti Zuhro mengingatkan harus ada pembeda yang jelas antara ormas Islam dengan partai politik.
"Seharusnya fokus NU lebih banyak ke masalah sosial keagamaan. Bukan politik praktis. Politik ormas adalah politik moral. Bukan politik praktis," ujarnya.
Politik "zig zag" PBNU yang dibaca Siti Zuhro di atas justru tampilannya mesra dengan PDIP, Partai Golkar dan PPP sambil mengirim sinyal hendak menjauhkan NU dari PKB, partai "anak kandungl" yang dilahirkan PBNU.
Indikasinya mudah dibaca misalnya "NU struktural" dijaga ketat dari masuknya anasir politik PKB akan tetapi ramah menghadirkan ketua umum partai non PKB dan elite elite politik lain di panggung besar PBNU.
Baca juga
Indonesia Kehilangan Tokoh Besar Dalam Bidang Toleransi
Erick Thohir, Menteri BUMN, anggota NU hasil "naturalisasi" GP Ansor, sayap kepemuaan NU saat ini paling sering menikmati panggung besar PBNU untuk branding performa politiknya.
Dalam konstruksi fakta politik di atas pertanyaannya apakah PKB dalam timbangan PBNU di bawah kepemimpinan Gus Yahya dipandang sudah tidak mewakili representasi politik NU hingga PBNU "zig zag" secara politik?
Buatlah polling atau survey lalu tanyakan ke responden partai mana dari semua partai di Indonesia yang paling mewakili perjuangan politik warga NU"? Mayoritas mutlak pastilah menjawab PKB.
Nyaris hanya PKB dalam koalisi partai pendukung Jokowi Maktuf Amin yang nyata nyata menjadi jalan karier politik dan mengantarkan kader NU menduduki posisi portofolio politik pemerintahan atau jabatan menteri.
Bandingkan misalnya partai partai koalisi lain dalam koalisi kabinet Jokowi Makruf Amin hampir sama sekali tidak mengirim.kadernya untuk posisi menteri dari kader NU meskipun banyak kader NU potensial dan elite partai di luar PKB seperti Nusron Wahid, politisi partai Golkar, Ahmad Basarah politsi PDIP dan Ahmad Muzani, politisi partai Gerinda.
Baca juga
Fakta politik inilah salah satu yang membedakan "gestur" politik PKB dibanding partai partai lain yang sama sama menyerap suara NU secara elektoral.
PKB paham cara "birrul walidain", menghormati NU yang memprakarsai kelahiran dan membesarkan PKB.
Kritik Prof Siti Zuhro di atas di satu sisi tidak boleh dianggap "angin lalu" oleh PBNU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia dalam meletakkan posisi dan fungsinya sebagai agen penggerak "civil society" dan di sisi lain mereposisi kembali relasinya dengan PKB dalam relasi "bagi tugas" secara konstruktif, tidak saling menegasikan, disharmonis dan konfliktual.
Hal ini bukan soal kecemasan potensi elektoral PKB akan tergerus karena pemilih PKB dalam survey "litbang kompas" (22/2/2022) adalah rumpun pemilih paling loyal.
PKB adalah "DNA" dan identitas pilihan politik komunitas sosial jaringan pesantren NU. Sulit berpindah "ke lain hati", sulit bermigrasi ke warna partai.lain.
Baca juga
PPKM akan Dicabut, Puan: Pemerintah Harus Waspada dan Siapkan Strategi yang Matang
Akan tetapi kecemasannya sebagamana tinjauan Tsulus.Amirudin Zahra, Dosen Universitas Bangka Belirung dalam tulisannya "Pertaruhan politik santri melawan oligarkhi" bahwa NU dan PKB sebagai kekuatan kultur keagamaan dan politik menurutnya jika salah membangun relasi konstruktif taruhannya adalah "selesai sudah pertaruhan kaum santri dalam politik kebangsaan", ujarnya (Pubika, 22/4/2022).
NU dan PKB hanya akan menjadi kuda troya tunggangan kekuatan oligarkhi untuk orkestrasi bangunan kekuasaan politik mereka. Inilah pertaruhan NU terhadap masa depan NKRI dan ideologi Pancasila.
Karena itu, kritik Prof Siti Zuhro yang membaca PBNU terlalu sibuk silaturahim politik dan kecemasan Tsulus Aminudin Zahra atas disharmoni relasi NU dan PKB di atas penting bagi PBNU untuk meneguhkan kembali janji dan komitmen yang dulu berkali-kali ditegaskan Gus Yahya dalam berbagai kesempatan bahwa NU dibawah kepemimpinannya tidak akan menjadi "pihak" yang bertarung dalam kontestasi pilpres 2024.
Artinya, PBNU bukan sekedar tidak mendukung partai dan calon presiden manapun akan tetapi juga tidak mendesain diri menjadi "oposisi politik" terhadap akselerasi politik PKB dan Gus Muhaimin.
Itulah politik moral PBNU yang adil dan bermartabat.
Wallahu a'lamu bish sowab.
**) H. Adlan Daie, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat (2010-2021)
TAG#pbnu, #siti zuhro, #silaturahmi politik, #pkb, #pdi-p, #partai golkar
182205669
KOMENTAR