Prabowo Tolak Terbitkan Perppu Batalkan PPN 12%: Apa Alasannya?

Jakarta, Inakoran
Presiden Prabowo Subianto telah menolak untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang bertujuan untuk membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Penolakan ini didasari oleh penjelasan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo. Dalam penjelasannya, Suryo mengungkapkan bahwa PPN 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah, sedangkan barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif lama sebesar 11%.
Suryo Utomo menjelaskan bahwa kebijakan pajak ini diambil untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ia menekankan bahwa pajak yang ditetapkan bukanlah sebuah lonjakan yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.
"Pembedanya adalah dasar pengenaan pajaknya, boleh tidak? Secara undang-undang itu diatur di dalam pasal 8a UU HPP," ujar Suryo dalam Media Briefing di DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, pada Kamis (2/1).
Dalam penjelasan yang lebih teknis, Suryo menjelaskan bahwa dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah harga jual, nilai impor, atau nilai lain yang ditetapkan.
"Dengan peraturan menteri keuangan (PMK), kita menetapkan daftar pengenaan pajak yang berbeda," tegasnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk mendengarkan aspirasi rakyat sambil tetap mematuhi regulasi yang ada.
BACA JUGA:
Penerbitan POJK Nomor 27 Tahun 2024 Jadi Landasan Pengembangan Industri Kripto di Indonesia
Harga Minyak Naik: Optimisme Permintaan Meningkat
Harga Emas Naik: Permintaan Aset Safe Haven Meningkat
Rekomendasi Saham Pilihan: Jumat, 3 Januari 2025
Sebagai langkah konkret, PMK Nomor 131 Tahun 2024 telah diundangkan sebagai aturan pelaksana terkait PPN, yang diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 31 Desember 2024. Suryo menegaskan bahwa tarif PPN 12% akan berlaku penuh untuk barang-barang mewah, dan daftar barang yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diatur dalam PMK Nomor 141 Tahun 2021 dan PMK Nomor 15 Tahun 2023.
"Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah 11/12 dikali harga jual. Jika dihitung, maka ketemunya 11%," beber Suryo, menegaskan bahwa tidak ada perubahan jumlah PPN yang dibayarkan untuk barang yang bukan termasuk dalam kategori barang mewah.
KOMENTAR