Analisis Hukum (2):  BBM Bersubsidi Hak Seluruh Rakyat Indonesia

Saverianus S. Suhardi

Saturday, 10-09-2022 | 13:42 pm

MDN
Desmond J. Mahesa [ist]

 

 

Jakarta, Inako

Subsidi merupakan kebijakan negara di bidang belanja publik untuk menyediakan barang/jasa publik sehingga barang/jasa tersebut dapat dijangkau oleh seluruh warga bangsa. Adanya subsidi menunjukkan campur tangan pemerintah dalam perekonomian suatu negara.

Kebijakan subsidi merupakan kebijakan yang lazim dilakukan di negara-negara berkembang guna menanggulangi masalah kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi  suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan subsidi merupakan bentuk intervensi pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan warga negaranya.


Baca juga: Analisis Hukum (1): Mengapa BBM Naik saat Harga Minyak Dunia Turun?


Oleh karena itu, seluruh rakyat Indonesia seharusnya ikut berduka tatkala penyelenggara negara menempuh jalan pintas dan instan dalam menjalankan kebijakan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mencabut subsidi BBM yang semula dialokasikan untuk rakyatnya.

Rupanya penguasa bersama ekonom neolib di negeri ini memaknai subsidi BBM  itu sebagai sebuah beban APBN/beban negara yang harus dikurangi bahkan dihapus eksistensinya. Mereka melihat pos APBN ini sebagai pos haram, sehingga setiap waktu selalu digugat untuk dihapuskan dengan dalih untuk dialihkan ke kegiatan lain yang menjadi prioritas menurut penilaiannya, seperti untuk pembangunan infrastruktur.

Subsidi BBM selalu disorot sebagai beban negara. Padahal sejatinya subsidi BBM merupakan satu-satunya pos APBN yang secara nyata dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia baik yang miskin maupun yang kaya.

Bagi rakyat jelata, pos anggaran untuk subsidi jauh lebih bermakna dibandingkan dengan pos-pos anggaran lainnya dalam APBN, seperti pos untuk membayar bunga BLBI, membayar Investor asing karena selisih nilai kurs, membayar utang negara karena penyelamatan suatu bank yang hampir bangkrut, membayar bunga surat utang negara, membeli sarana dan prasarana pejabat negara seperti pesawat pribadi presiden, membayar anggaran Pemilu serta seribu macam pos APBN yang sebagian besar hanya dinikmati kalangan tertentu. 

Kalau kita kaji  konsep normatifnya, Republik Indonesia berdiri untuk menyejahterakan rakyatnya. Tujuan negara di bidang perekonomian sebagaimana termaktub di dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta dengan berdasarkan pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesejahteraan umum (general welfare) mempunyai pengertian yang luas, di dalamnya termasuk kesejahteraan yang bersifat sosial (social welfare) dan kesejahteraan secara material (economic welfare) yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Batang tubuh UUD 1945 Bab XIV memuat ketentuan yang mengatur perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial bagi seluruh warga negara. Adapun konsep negara kesejahteraan Indonesia bukan semata-mata lahir berdasarkan asumsi dari tanggung jawab negara mengambil peran (intervensi) karena kegagalan ekonomi pasar, tetapi lebih karena tanggung jawab yang diembannya sejak pertama Indonesia didirikan sebagai negara bangsa (nation state).

Di dalam UUD 1945 Pasca Amandemen, yang dapat dikategorikan sebagai kaidah konstitusi bagi pengaturan negara di bidang kesejahteraan umum (people/general welfare), yakni Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28A sampai Pasal 28J, Pasal 29, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34.

UUD 1945 mengharuskan pemerintah untuk campur tangan dalam perekonomian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Guna mencapai tujuan negara, khususnya di bidang belanja negara/belanja publik, dilakukan pengaturan terkait anggaran pendapatan dan belanja negara dan keuangan negara (Bab VIII), hak-hak asasi manusia dan warga negara di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat (Bab XA), tentang pendidikan bagi warga negara (Bab XIII), dan khusus mengenai kebijakan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial (Bab XIV).

UUD 1945 Bab VIII Pasal 23 UUD 1945 ayat (1) menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

APBN yang ditetapkan setiap tahun dalam bentuk undang-undang harus merefleksikan kepentingan rakyat untuk berdaulat atas hak yang dimilikinya bagi kemajuan bangsa dan negara. Pengaturan terkait anggaran pendapatan dan belanja negara dan keuangan negara harus diarahkan sebagai pedoman kebijakan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dilaksanakan negara dan sesuai dengan alat-alat politik ekonomi yang ingin dipergunakan negara untuk mencapai tujuan nasional dan kepentingan rakyatnya.

Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 mengandung makna bahwa kesejahteraan yang ingin dicapai bukan kesejahteraan kelompok tertentu. melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Kesejahteraan seluruh rakyat salah satunya adalah melalui subsidi BBM, sehingga pos ini merupakan hak rakyat yang sifatnya nyata, yang dikembalikan negara (cash back) secara langsung kepada seluruh rakyat Indonesia ( baik yang miskin maupun yang kaya).

Jumlah subsidi BBM yang dialokasikan di APBN 2022 sendiri sebenarnya tidaklah terlalu besar dibandingkan dengan nilai belanja APBN di tahun 2022. Sebab kalau kita cermati, sebagian besar nilai APBN 2022 yang mencapai Rp 3.106 triliun dihabiskan untuk biaya rutin  penyelenggara negara mulai dari pejabat negara seperti presiden, beserta pembantu dan kaki tangannya (birokrasi ) mulai dari Jakarta sampai ke pelosok desa.

Kalau kita cermati, UU APBN 2022 mengelompokkan belanja subsidi BBM termasuk dalam fungsi pelayanan umum, subfungsi pelayanan umum lainnya. Pengelompokan belanja subsidi BBM ke dalam fungsi pelayanan umum menunjukkan BBM merupakan fasilitas pelayanan umum yang disediakan negara.

Sebagaimana dinyatakan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum yang merupakan hak setiap warga negara. Dengan demikian, kebijakan pemerintah yang menyediakan BBM dengan harga terjangkau adalah sebagai bentuk pelayanan kepada warga negaranya.

Alokasi belanja subsidi BBM yang termasuk dalam fungsi pelayanan umum dalam UU APBN menunjukkan bahwa penyediaan BBM sebagai barang publik yang menjadi hak setiap warga negara. BBM dianggap sebagai barang kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara. Sebagai barang kebutuhan dasar, BBM harus bisa dijangkau oleh setiap warga negara. BBM harus dapat diperoleh masyarakat luas agar hak mendasar warga negara dapat terpenuhi kebutuhannya.

BBM telah menjadi komoditas yang penting dan strategis bagi seluruh warga negara. Berkaitan dengan Pasal 33 UUD 1945, bidang yang menyangkut kepentingan umum dan kesejahteraaan rakyat merupakan monopoli alamiah negara karena sifat penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak atau setiap warga negara. Oleh karena itu, bidang produksi minyak bumi seyogyanya memang harus dikuasai dan dikelola oleh negara.

Hal ini sejalan dengan konsiderans “Menimbang” huruf b Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Berkenaan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa prinsip sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam cabang produksi migas mengandung pengertian adanya jaminan ketersediaan pasokan BBM bagi seluruh lapisan masyarakat dengan harga murah dan baik mutunya.

Penyediaan BBM bersubsidi merupakan bentuk pelayanan umum yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat dengan harga yang murah. BBM dianggap cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak,  sehingga termasuk kategori barang publik yang menjadi hak setiap warga negara.

Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. BBM dianggap sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan harus dipergunakan/dibelanjakan untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya.


Baca juga: BBM Naik, Pemerintah Diimbau Beri Subsidi untuk Angkutan Umum


Oleh karena itu, sebagai barang publik, BBM harus disediakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan penyediaan layanan umum bagi seluruh warga negara dan bukan orang miskin semata.

Sebab menjadi tidak adil rasanya kalau orang kaya dinyatakan tidak berhak menikmati subsidi sementara mereka juga ikut berkontribusi mengisi pundi-pundi APBN.

Mengapa mereka seperti diharamkan menikmati harga BBM yang murah harganya? Toh mereka telah berkontribusi untuk mengisi APBN melalui pajak yang dibayarkan kepada negara. Bahkan dalam ekonomi neolib saja dikenal adanya kegiatan Marketing “Cash Back” yaitu imbalan bagi mereka yang mau membayar / menunaikan kewajibannya.

Kalau pemerintah mau repot sedikit saja, masih banyak kebijakan lain yang ditempuh untuk orang kaya tanpa menggugat hak mereka ikut menikmati harga BBM murah, seperti mengenakan Pajak Kenderaan Mobil, kan bisa ditambah komponen pajaknya yaitu Subsidi BBM yang dipungut setiap perpanjangan STNK dan sebagainya.

Jelas kiranya bahwa subsidi BBM sebenarnya merupakan hak setiap warga negara sebagai konsekuensi dari tugas Pemerintah dan tugas negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Juga sebagai konsekuensi adanya kekayaan sumber daya alam yang harus dinikmati secara adil oleh seluruh warga bangsa.

Jika filosofi tersebut dipahami oleh para penyelenggara negara, maka kenaikan harga BBM sesungguhnya menjadi suatu kebijakan  yang memalukan karena membuktikan kegagalan penyelenggara negara dalam mengemban amanah untuk menyejahterakan rakyatnya.

Pemerintah juga beralasan harga BBM dinaikkan karena subsidi tidak tepat sasaran (dinikmati oleh kalangan tertentu saja). Kalau kenyataannya memang demikian, bukankah hal ini menunjukkan adanya kelemahan pemerintah sendiri dalam mendistribusikan BBM bersubsidi yang menjadi kewenangannya?

Bukankah sudah menjadi tugas penyelenggara negara yang telah digaji oleh rakyat untuk memikirkan penyediaan dan distribusi BBM agar tetap aman untuk dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia?

Sekali lagi, subsidi BBM merupakan realisasi dari Pembukaan /UUD45 tentang suatu kebijakan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketika kebijakan itu ‘diusik’ maka secara otomatis akan mengganggu kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia khususnya rakyat jelata yang berpenghasilan seadanya dan hanya cukup untuk membiayai kebutuhan pokoknya saja.

Bantuan langsung tunai (BLT) yang selalu dikeluarkan pemerintah ketika mencabut subsidi BBM, tidak sebanding nilainya dengan kenaikan harga harga.

Kalau masyarakat diberikan pilihan antara menerima BLT atau harga BBM tidak nail, saya yakin mereka akan memilih opsi yang kedua. Faktanya, BLT jauh lebih kecil dibandingkan dengan  biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat kenaikan harga BBM.

Kita dengan mudah bisa memaklumi aksi para mahasiswa, buruh dan elemen masyarakat lainnya  yang  turun ke jalan untuk memprotes kenaikan BBM. Pasalnya, mereka sadar kenaikan BBM akan berimbas pada kenaikan harga-harga yang membuat hidup semakin sengsara.

Kita juga bisa memaklumi ketika mereka memprotes kebijakan cabut subsidi BBM yang dinilai memberatkan anggaran belanja negara. Sebab pencabutan subsidi BBM selalu mengorbankan kepentingan rakyat. Padahal itu merupakan hak mereka.

Sementara itu, anggaran untuk pos-pos yang tidak terlalu penting bagi rakyat masih tersedia. Contoh nyatanya adalah dana untuk pembangunan ibukota baru (IKN), dana pembangunan infrastruktur seperti kereta cepat Bandung -Jakarta, suntikan dana untuk BUMN melalui PMN, dan sebagainya.

Belum lagi jumlah dana yang berkaitan dengan belanja birokrasi cenderung naik dan hal itu tentu saja sangat bertentangan dengan keadilan. Karena ketidakadilan seperti ini yang membuat masyarakat protes.

Jika pemimpin negara kaya raya seperti Indonesia bisa mengamalkan secara konsisten pesan-pesan yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dan sila ke-5 Pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, niscaya persoalan harga BBM tidak akan etrjadi seperti sekarang ini.

Namun seperti yang sudah sering terjadi sebelumnya, cita-cita mulia dan indah yang tertuang dalam konstitusi negara dan dasar negara rupanya baru sampai pada untaian kata-kata belaka dan belum terwujud dalam kebijakan nyata.

Apakah selamanya memang hanya akan menjadi utopia belaka?

 

(Desmond J. Mahesa-Wakil Ketua Komisi III DPR RI)

 

KOMENTAR